Sabtu, 28 Februari 2009


Aku tertidur dengan selembar wajahmu di hadapanku. Seperti merekahkan jemari pada dinding kaca yang berembun, disitu dapat kulukis tentang kisah kita yang terhirup dalam tiap nafas saat harapan terasa begitu membumbung didada. Pada renungan kabut sunyi yang dinginnya terasa menghangatkan tiap lapis tulang iga sadari rindu akan hadirmu disini tepat dibilik jantung sebelah kiri dengan senyum yang sempurna melesap pada tiap bekuan bunga mimpi . Hanya sebuah puisi sarat namamu kembalikan jiwaku dari kurungan sepi rindu membatu Menunggumu di ujung waktu pada tepi telaga rindu yang memerah dadu hingga empat musim sunyi larungkan asaku pada langit ketujuh dari sentimental hati yang begitu mencintaimu lahirkan bara api serupa kerlip bintang diantara kelam hening malam saat kuterjaga rasakan bisikmu panggil namaku pilu dan perih peramkan tangis dalam coretan hari yang sekali lagi kugores serahkan semuanya pada petikan takdir kala hari dimana janji kita akan bertemu pertama kali. Dan ku biarkan jejakmu resapi getar dinding hatiku Mungkin jarak yang terhela akan mengajarkan kau dan aku tentang debardebar rindu yang membasahi daundaun hening tepi hati dalam perjalanan cinta seutuhnya dari perjamuan hidup yang getas hingga kesadaran rasa menggelegar dalam dada seperti anakanak yang lahir pada rahim malam dengan senyum yang menyejukkan pagi dalam pelukan cinta kau dan aku kemudian bermukim dengan damai di keabadian rasa kau dan aku. Selamanya. Ada puisi untukmu Tertulis dari tinta darah mata penaku melipat kata menjadi puisi cinta hanya untukmu Mencium wangi tubuhmu dari gemericik mata air di jemari kaki gigilkan rindu yang terlanjur karam dalam sunyi jantungku hingga hanya kematian mengerling di sudut senja kita kembali terpisah dalam pelukan malaikat berbaju putih terbangkan jasadmu dan jasadku ke negeri katakata jahitkan lukaluka menjadi sajaksajak cinta baru yang akan kubacakan setiap malam saat kau berbaring disampingku

0 komentar:

Posting Komentar

 
powered by Blogger